2013-01-29

Batas

Segala hal akan sampai pada batasnya. Semua awal akan sampai pada akhirnya. Perjalanan akan sampai pada pulang.

Huruf Ke-Tiga

Juga huruf  ketiga belas. Tetapi, kita sama-sama tahu, yang paling memusingkan adalah huruf  kedua belas. Dan yang paling membuat sinting adalah huruf  ketiga.

Entah sampai kapan perjalanan ini akan berakhir.

Kapan (Timeline)

Ketika kita masih kecil, dan belum sekolah, masyarakat bertanya,
“Kapan mau sekolah?” Lalu kita pun merasa dituntut untuk bersekolah.
1

Ketika kita dewasa, dan sudah kuliah, masyarakat bertanya-tanya,
“Kapan lulus?” Lalu kita pun merasa dituntut untuk cepat wisuda.
2

Setelah lulus kuliah dan wisuda, masyarakat masih bertanya-tanya,
“Kapan kerja?” Maka kita pun mencari kerja untuk menyelamatkan muka.
3

Setelah cukup mapan bekerja, masyarakat kembali bertanya,
“Kapan kawin?” Lalu kita pun panik demi segera menemukan pendamping.
4

Setelah kita kawin, masyarakat masih usil, dan kali ini bertanya,
“Kapan punya anak?” Maka kita pun ngebut bikin anak.
5

Setelah kita punya satu anak, masyarakat masih nyinyir, dan bertanya,
“Kapan nambah anak?” Demi dianggap layak, kita pun nambah anak.
6
Kemudian, anak-anak kita akan menghadapi pertanyaan sama dari
masyarakat, “Kapan sekolah?”, “Kapan lulus?”, “Kapan kawin?” dan seterusnya.
7

Hidup, bagi sebagian orang, adalah siklus pertanyaan sialan berbunyi “kapan”
yang berulang dan membosankan, menjerat dan menyakitkan.
8

Aku curiga, pertanyaan “kapan” adalah pertanyaan para tawanan,
pertanyaan iri hati/kecemburuan, atau pertanyaan demi dianggap normal.
9

Seperti orang yang terkurung dalam penjara, mereka akan bertanya-tanya,
“Kapan aku bisa bebas?” atau “Kapan aku bisa keluar dari sini?”
10

Masyarakat yang nyinyir menanyakan “kapan” adalah masyarakat
yang terkurung dalam penjara yang dibangunnya sendiri.
11
Karena mereka tidak bisa keluar dari penjaranya sendiri,
mereka pun tidak berpikir “kapan” mereka akan keluar.
12

Sebaliknya, mereka justru berharap orang lain juga terkurung
dan terpenjara seperti dirinya, dan cara yang mereka gunakan
adalah dengan menanyakan “kapan”.
13

Dalam konteks sosial, “kapan” sering kali menjadi pertanyaan racun,
karena ia meracuni pikiran dan hidup si penerima pertanyaan.
14

Ada banyak hal yang sebenarnya akan berlangsung baik dan bagus,
tapi menjadi rusak karena orang teracuni pertanyaan “kapan”.
15

Misalnya, orang yang belum nikah karena belum menemukan jodoh yang
tepat. Karena dibombardir pertanyaan “kapan”, orang itu pun...
 —16

...buru-buru menikah dengan siapa pun yang kebetulan mau menikah
dengannya. Demi membungkam pertanyaan “kapan”.
17

Gara-gara pertanyaan “kapan”, ada banyak orang yang menikah
karena terpaksa, dengan orang yang belum tentu dicintai dan mencintainya.
18
Ada pula pasangan yang belum punya anak, karena alasan ekonomi belum
menunjang. Tapi masyarakat nyinyir bertanya, “Kapan punya anak?”
19

Lalu pasangan itu pun terpaksa melahirkan anak karena perasaan tak enak,
dan demi membungkam pertanyaan “kapan” dari masyarakatnya.
20

Dan seorang anak pun lahir gara-gara pertanyaan “kapan”.
Ia lahir tanpa persiapan yang menunjang, dan bisa jadi akan hidup telantar.
—21

Dan masyarakat belum puas sebelum bertanya, “Kapan nambah anak?”
Banyak pasangan terpaksa nambah anak hanya karena tak enak pada “kapan”.
22

Ada jutaan anak telantar di dunia ini, dan bisa jadi sebagian karena mereka
dilahirkan akibat pertanyaan sialan berbunyi “kapan”.
23

Pernahkah masyarakat bertanya-tanya akibat serta implikasi
dari pertanyaan “kapan” yang sering mereka lontarkan?
24

Lebih penting lagi, apakah masyarakat mau ikut bertanggung jawab
atas akibat buruk yang ditimbulkan pertanyaan “kapan” mereka?
25

Di antara banyaknya anak telantar, orang stres, kemiskinan, dan
keluarga kacau, bisa jadi sebagian diakibatkan oleh pertanyaan “kapan”.
26

Manusia dilahirkan dengan jiwa bebas dan merdeka, tapi dijerat, dijebak,
dan dipenjara oleh masyarakatnya dengan pertanyaan “kapan”.
27

Dan akhirnya, hei Masyarakat, kapan kalian akan belajar menutup mulut
untuk tidak lagi menyemburkan pertanyaan sialan berbunyi “Kapan?”
28

2013-01-27

Berita Hari Ini

Baru kali ini sakit hati gara-gara beli rokok. Ya belinya sambil ngliat acara lamaran kamu.:(

2013-01-10

Herfiza Novianti dan Doa Menjelang Tidur

Doa menjelang tidur:
Tuhan, jatuhkan satu bintang untukku dalam mimpi,
agar aku tersenyum saat bangun di lembutnya pagi.

bayu kacrut


Pertama kali mengenal nama Herfiza Novianti ketika dia menjadi salah satu pemeran dalam film Kambing Jantan (yang diadaptasi dari blook Raditya Dika). Dalam film itu, Herfiza tampak “remaja banget”—manis, dan lucu. Tapi saya segera melupakannya, tak lama setelah menonton film itu.

Sampai kemudian, muncul kehebohan menyangkut film yang di dalamnya konon akan dibintangi Maria Ozawa. Judulnya, seperti kalian tahu, Menculik Miyabi. Terus terang saya penasaran dengan film itu. Oh, well, menyaksikan Maria Ozawa tampil telanjang mungkin hal biasa. Tapi melihat wanita itu bermain film dengan pakaian lengkap pastilah moment istimewa.

Jadi, terlepas dari kehebohan yang ditimbulkannya, saya pun menonton film itu. Dan terus terang saya kecewa, karena Maria Ozawa hanya tampil sekilas, bukan sebagai tokoh utama seperti yang saya bayangkan. Tetapi, dalam film Menculik Miyabi itulah perhatian saya mulai tersedot pada Herfiza Novianti.

Ketika muncul dalam Menculik Miyabi, Herfiza tampak jauh lebih dewasa dibanding ketika muncul dalam Kambing Jantan. Mungkin Herfiza telah tumbuh lebih dewasa, atau mungkin pula itu memang salah satu keajaiban perempuan. Kau tahu, seorang perempuan bisa terlihat imut dan lucu dengan penampilan remaja, dan tak lama kemudian muncul kembali dalam wujud yang tampak jauh lebih dewasa. Itulah yang terjadi pada Herfiza Novianti, dan sejak itu saya mulai tak bisa melupakannya.

Sejak itu pula, dengan naluri kepo tingkat dewa, saya mulai membaca segala hal tentang Herfiza Novianti. Bagi orang di zaman kita, mengulik berita tentang seseorang bukan hal sulit, apalagi jika menyangkut seorang artis seperti Herfiza. Dia cantik, Ma’am. Dan karena kecantikannya pula, foto-fotonya yang bertebaran di internet sangat mudah ditemukan. Di web KapanLagi, misalnya, ada setumpuk foto Herfiza yang—bagi saya—sangat mempesona.

Foto-foto Herfiza yang saya lihat di web KapanLagi tampak bersahaja. Dia berpakaian sederhana, namun terlihat manis dan seksi. Beberapa foto itu memperlihatkan Herfiza sedang memegang ponsel sambil tersenyum, dan… sekali lagi, dia cantik, Ma’am. Dan manis. Dan mempesona. Dan tampak dewasa.

Jadi begitulah. Sejak itu saya mulai tertarik dengan apa pun yang berhubungan dengan Herfiza. Jika ada berita tentangnya, saya akan membaca. Jika ada film yang dibintanginya, saya akan menonton. Jika ada gosip tentangnya, saya akan mengikuti. Jika dia menjadi sampul majalah, saya akan membeli. Jika dia dikabarkan pacaran dengan seseorang, saya akan berdoa semoga itu tidak benar. Oh, well, semoga Herfiza tidak membaca catatan sinting ini.

Sampai suatu hari, ketika sedang asyik membalas pertanyaan-pertanyaan di Formspring, saya menemukan Herfiza Novianti juga memiliki akun di Formspring. Dasar kepo, saya langsung membuka akun Formspring perempuan itu, dan membaca isinya. Seperti akun Formspring lainnya, akun Formspring Herfiza juga berisi tanya jawab tentang banyak hal. Yang membuat saya tertegun, salah satu pertanyaan itu adalah, “Apa doa menjelang tidur?”

Saya tidak bisa membayangkan orang macam apa yang mengajukan pertanyaan seperti itu pada Herfiza Novianti. Tetapi, yang membuat saya terpesona, Herfiza menjawabnya, dan jawabannya, “Bismika Allahuma ahya wa amuut.”

Sebagai muslim, saya tahu itu memang doa menjelang tidur. Yang tidak saya tahu, ternyata Herfiza Novianti tahu doa menjelang tidur! Oh, well, saya tentu tidak akan terkejut jika artis-artis sok alim di televisi bisa menyebutkan doa menjelang tidur. Tetapi jika artis seksi yang membintangi film Menculik Miyabi bisa menyebutkan doa menjelang tidur… itu benar-benar membuat saya terpesona.

Mungkin saya memang naif, karena selama ini menilai kualitas bahkan intelektualitas seseorang dari penampilannya. Menyaksikan Herfiza Novianti selama ini—dengan segala atributnya sebagai artis—membuat saya tidak pernah membayangkan dia ternyata tahu doa menjelang tidur, dan bisa jadi doa-doa lainnya.

Herfiza tidak pernah bertingkah sok alim apalagi sok suci, penampilannya pun bersahaja—bahkan terkadang seksi—seperti yang terlihat dalam foto-fotonya. Tetapi artis seksi ini bukan tidak tahu ajaran agama. Dia tahu, dan itu membuat saya makin mengaguminya!

Kenyataan itu pun kemudian menampar kesadaran saya bahwa orang (memang) tak bisa dinilai dari penampilannya semata. Seseorang yang mungkin terlihat pintar bisa jadi ternyata tidak tahu apa-apa, yang terkesan alim ternyata tidak paham apa pun tentang agama, sementara yang bertingkah idiot ternyata genius, dan yang berpenampilan seksi ternyata hafal kitab suci. Siapa yang tahu…?

Dan “kesan” itulah yang selama ini banyak dibangun mati-matian oleh sebagian orang, demi mengelabui orang-orang lainnya. Kita melihat orang-orang sok pintar sibuk nampang di televisi, mengomentari apa saja yang terjadi. Kita melihat orang-orang sok alim kesana kemari menyemburkan nasihat-nasihat klise demi membangun pencitraan, menciptakan kesan seolah dirinya manusia paling suci.

Ada banyak orang mati-matian menciptakan kesan positif tentang dirinya—dari yang ingin terlihat pintar sampai yang ingin dianggap alim, dari yang hobi mengomentari film bokep sampai yang suka menyitir ayat-ayat suci. Dan pencitraan itu seperti istana pasir. Mungkin tampak megah, tetapi mudah hancur karena tak memiliki fondasi.

Sebagian orang mungkin akan tertipu oleh upaya pencitraan yang dilakukan sebagian orang lainnya. Tetapi, sesuatu disebut “pencitraan” karena ia palsu. Dan segala yang palsu, kapan pun waktunya, pasti akan terungkap. Karenanya, bagi saya pribadi, jauh lebih baik orang menilai saya lebih rendah, daripada menilai saya lebih tinggi. Penilaian yang lebih tinggi dari aslinya akan mendatangkan kekecewaaan, sementara penilaian lebih rendah dari aslinya akan mendatangkan kejutan menyenangkan.

Jika paragraf di atas cukup membingungkan, izinkan saya menjelaskannya.

Bertahun-tahun lalu, saya mengenal seorang perempuan yang—tampaknya—sangat alim. Penampilannya sangat alim, tutur katanya sangat alim, dan dia pun fasih menyemburkan nasihat-nasihat agama di mana saja. Kalau ngomong apa pun, dia selalu menyelipkan hadist atau ayat suci.

Waktu itu saya percaya dia salah satu perempuan paling alim di dunia. Tapi kemudian saya tahu, perempuan yang tampaknya alim itu ternyata juga sangat hobi mengumbar aib orang lain, menjelek-jelekkan orang lain, dan suka menyalahkan siapa pun yang tidak sepaham dengannya. Kepercayaan saya pun sirna. Ternyata kealimannya hanya sebatas “citra”.

Dan sekarang, saya mengenal seorang perempuan bernama Herfiza Novianti, yang penampilannya cenderung seksi. Baru-baru ini dia memang main sinetron dan berperan sebagai gadis berjilbab. Tetapi, dari semua berita dan wawancara yang pernah saya baca, Herfiza tidak pernah bertingkah sok alim apalagi sok suci. Meski begitu, perempuan seksi ini tahu doa menjelang tidur, dan itu sungguh membuat saya terkejut—sebuah keterkejutan yang menyenangkan.

Sekarang saya punya cukup alasan logis untuk jatuh hati pada Herfiza Novianti. Pertama, dia tidak sok alim. Kedua, dia tidak sok suci. Ketiga, lebih penting dari yang lain, dia cantik, Ma’am—tapi tidak sok alim apalagi sok suci.

Teka-Teki Langit

Ada dua orang. Yang satu sangat yakin akan masuk surga, sedang yang satu sangat yakin akan masuk neraka.
Jika surga dan neraka benar-benar ada, kira-kira siapa yang akan masuk surga?

….
….

Benar, yang masuk surga adalah orang yang yakin akan masuk neraka.

Andhika Mengakui Telah Mencabuli Gadis di Bawah Umur, dan Menyatakan Semua Cewek Mau sama Dia

Wis karep-karepmu, lah. Pusing sirahku.