2013-12-10

Cewek - cewek Suka Cowok Brengsek

Meski kadang sebagian orang masih meragukan kenyataan ini, tapi faktanya cewek-cewek memang suka cowok brengsek. Itu sudah jadi rahasia umum, bahkan sudah menjadi kenyataan yang sangat mencolok mata, meski kadang masih ada orang yang mencoba menyangkalnya.

Sedari SMA, saya memperhatikan teman-teman cowok saya yang mudah mendapat pacar justru mereka-mereka yang brengsek. Sementara cowok-cowok yang kalem, baik, alim, justru tampak kesulitan mendapat pacar—atau tidak ada cewek yang tertarik pada mereka. “Keanehan” itu terus terjadi ketika masa kuliah. Cowok-cowok yang brengsek justru mudah gonta-ganti pacar, sementara cowok-cowok yang “lurus” kesulitan cari pacar.

Apakah cewek-cewek pernah menyadari kenyataan aneh ini...?

Saya tidak tahu.

Yang saya tahu, cewek-cewek memang suka cowok brengsek!

Kalian mungkin pernah, atau malah sering, mendapati cewek yang curhat setelah putus dari pacarnya, dan menyatakan kalau cowoknya ternyata brengsek. Anehnya, kalau kita perhatikan, cowok yang baru putus dengan cewek itu memang brengsek. Bahkan, kalau kita mau lebih memperhatikan, sebenarnya ada banyak cowok lain yang lebih baik dari cowok itu. Tapi mengapa cewek teman kita justru jatuh pada cowok yang brengsek?

Sekarang, hei cewek-cewek, mari kita buat ilustrasi yang mudah, dan coba lihat seperti apa pilihanmu.

Ada dua cowok—kita sebut saja Cowok A dan Cowok B. Mereka memiliki penampilan yang sama—katakan saja sama-sama ganteng. Mereka memiliki latar belakang yang sama, punya tingkat kecerdasan yang sama, dan segala hal yang relatif sama. Bedanya, Cowok A tergolong “sangat lurus”, sedang Cowok B termasuk “brengsek”. Kira-kira, mana yang kalian pilih?

Secara teori, mungkin kalian bisa mudah menjawab, “Tentu saja gue pilih Cowok A, dong, yang hidupnya lurus!”

Sayangnya, dalam praktik, cewek-cewek akan lebih cenderung memilih Cowok B, yang relatif brengsek.

Mengapa...? Karena, dalam realitas, Cowok B—yang brengsek—tampak lebih asyik... dan lebih menantang!

Dalam kehidupan anak muda seperti kita, kepemilikan pacar sering kali bukan hanya untuk “mendamaikan hati” karena telah terlepas dari “kutukan jomblo”, tetapi juga untuk pamer dan bangga-banggaan. Oh, ayolah, tidak usah munafik. Karenanya, mendapatkan pacar yang “menantang” (dengan kata lain; brengsek) membuat kita—disadari atau tidak—bangga karena bisa dipamer-pamerkan. Hal itu sulit dilakukan jika pacar kita tergolong orang yang “lurus-lurus saja”, karena kesannya kurang menantang.

Selain itu, cowok brengsek juga sering ditaksir banyak cewek. Buktinya kau sendiri jatuh hati kepadanya. Karenanya, mendapatkan pacar yang tergolong brengsek membuat cewek bangga, karena merasa dapat “menundukkan” si brengsek. Sementara cowok lurus jarang ditaksir cewek-cewek. Karenanya pula, mendapatkan cowok yang lurus kurang mendatangkan kebanggaan.

Jadi, mengapa cewek-cewek suka cowok brengsek? Karena faktor tantangan. Dan karena alasan kebanggaan. Motivasi semacam itu biasanya sangat kuat pada cewek-cewek yang mencari cowok untuk hubungan pacaran. Biasanya pula, semakin mereka tumbuh dewasa, dan semakin terbuka matanya, mereka pun akan mulai menyadari bahwa faktor tantangan serta kebanggaan seperti itu mulai tak penting lagi. Khususnya jika motivasi mencari pasangan untuk hubungan yang lebih serius.

Nah, bagaimana dengan cowok-cowok? Apakah cowok juga lebih suka pada cewek brengsek daripada cewek yang lurus?

Sebenarnya, cowok pun tak jauh beda. Sebagai manusia, mereka juga menyukai tantangan—dan cewek yang brengsek sering kali tampak lebih menantang. Saya tidak mau pukul rata, karena bisa jadi selera masing-masing cowok berbeda. Karenanya, saya akan mengurai diri saya sendiri dalam kecenderungan atau ketertarikan terhadap lawan jenis.

Sebagai cowok normal—yang suka lawan jenis—tentu saja saya punya kecenderungan terhadap cewek. Dan cewek yang “agak nakal” (tolong perhatikan tanda kutipnya), bagi saya jauh lebih menarik daripada cewek yang “terlalu lurus” (sekali lagi, tolong perhatikan tanda kutipnya).

Cewek “nakal” yang saya maksud adalah cewek yang asyik, tidak sok jaim apalagi sok alim, pendeknya tidak terlalu konservatif. Bisa saja cewek “nakal” itu tergolong salihah, tapi dia tidak sok menunjuk-nunjukkan salihahnya secara demonstratif. Biasanya, cewek semacam itu asyik dijadikan teman, asyik pula dijadikan pacar. Sebaliknya, cewek yang terlalu lurus—apalagi sok alim—sering kali membosankan!

Kadang-kadang saya membayangkan ilustrasi seperti ini.

Ada dua cewek—kita sebut saja Cewek A dan Cewek B. Mereka memiliki kualitas yang sama—cantiknya, pintarnya, segalanya. Bedanya, cewek A tergolong nakal, sedang cewek B sangat lurus.

Kalau saya kencan dengan cewek A, obrolan kami mengalir asyik dan nyambung. Kami bisa bercanda dan tertawa penuh kecocokan, tidak ada upaya untuk saling mengungguli atau berusaha membuat terkesan satu sama lain. Umpama kebetulan dia mendapati video bokep di ponsel saya, dia cuma tertawa. Dia tidak menampilkan kesan sok jaim atau sok alim.

Kemungkinan besar, saya akan melanjutkan kencan kami, karena merasa cocok. Saya tidak perlu menyembunyikan apa pun darinya, dan merasa nyaman.

Sekarang, kalau saya kencan dengan cewek B, yang terlalu lurus, saya membayangkan obrolan kami kurang nyambung, sekaligus tidak asyik.

Karena merasa dirinya lurus, dia berusaha membuat saya terkesan, dan upaya itu menjadikannya tidak jujur sekaligus tidak wajar. Umpama dia mendapati video bokep di ponsel saya, dia akan menunjukkan sikap sok jaim, lalu berceramah panjang lebar tentang siksa neraka, dan mengkhotbahi saya macam-macam. Bah! Kita mau kencan atau latihan kultum...???

Kira-kira, apakah saya akan melanjutkan kencan dengan cewek semacam itu? Jawabannya jelas; Tidak!

Apa intisari yang dapat kita ambil dari ilustrasi-ilustrasi di atas? Bagi saya, inilah pelajarannya: Jadilah menantang bagi lawan jenis, tapi tidak usah berusaha membuat mereka terkesan! Biarkan dia terkesan kepada kita, tanpa kita harus berusaha membuatnya terkesan. Dan, kau tahu, kita lebih sering terkesan pada orang yang apa adanya, daripada orang yang sok segalanya.

Itulah yang dilakukan cowok-cowok brengsek, dan cewek-cewek brengsek! Mereka tampil apa adanya, jujur, tidak dibuat-buat, tidak menutup-nutupi diri sendiri—tidak sok jaim, apalagi sok alim.

Karena mereka tampil apa adanya, nilai minus mereka justru tak terlihat, dan kita tertarik pada mereka! Cowok-cowok brengsek, dan cewek-cewek brengsek, memiliki satu hal positif yang sering kali tak dimiliki orang-orang sok alim, yaitu kejujuran! Mereka jujur pada diri sendiri, jujur pada orang lain—jujur bahwa dirinya brengsek.

Karena mereka jujur, kita pun tertarik, dan merasa nyaman bersamanya. Dan, bagi saya, merasa nyaman dengan seseorang adalah syarat pertama untuk melangsungkan suatu hubungan. Well, bagaimana denganmu...?
 


2013-12-03

Bocah yang Menangisi Mbakyunya

Di sebuah stasiun kereta api, seorang bocah menangisi mbakyunya sambil berbisik parau, "Kenapa harus kesana lagi, Mbak? Kenapa tidak disini saja seterusnya? Jarak kita sekarang jauh lagi, dan aku merasa kehilangan, aku sangat sedih..."

...

...

Tidak jauh dari tempat itu, saya ikut sedih. Bukan karena melepas kepergian seorang Mbakyu, tapi karena menyadari tidak memiliki Mbakyu.

2013-12-02

10 Aktor Hollywood Yang Filmnya Selalu Saya Tonton

Nonton film, kalau aktingnya gak meyakinkan, 
rasanya seperti dibohongi terang-terangan.
 _bayukacrut 


Mungkin kebanyakan orang—bahkan teman-teman saya—mengira hobi saya baca buku. Salah! Hobi saya nonton film. Membaca buku, bagi saya, bukan hobi. Tapi kebutuhan. Bahkan primer. Karena itu, saya tidak bisa tidak membaca buku—itu sudah jadi kebutuhan seperti saya butuh makan dan bernapas. Saya bisa mati kalau tidak membaca buku.
 

Nah, di sela-sela mengerjakan kebutuhan (membaca buku), saya juga kadang meluangkan waktu untuk menikmati hobi (menonton film). Kesukaan saya sih film action. Atau fantasi. Atau drama, jika ceritanya benar-benar bagus atau diperankan aktor/aktris favorit saya.
 

Menyangkut aktor, ada cukup banyak aktor Hollywood yang saya sukai, jumlahnya mungkin lebih dari 40. Namun, ketika menulis catatan ini, saya sengaja membatasi dan memilih 10 yang benar-benar saya sukai, yang film-filmnya selalu saya tunggu. Berikut ini hasilnya—saya tulis secara alfabetis berdasarkan nama mereka. Mungkin ada satu dua aktor yang juga favoritmu dalam daftar ini.

Brandon Routh

 

Bagi saya, Brandon Routh adalah cowok paling keren sedunia. Bocah ini seperti tidak lahir di Bumi, tapi... di Crypton! Oh, well, kenyataannya, saya “jatuh hati” kepadanya setelah dia berperan sebagai Superman dalam film Superman Returns. Meski banyak orang bilang Christopher Reeve atau Henry Cavill adalah pemeran terbaik untuk Superman, tapi pilihan saya jatuh pada Brandon Routh. Cowok ini tidak hanya tampan, tapi juga kalem dan elegan.
 

Yang mengagumkan, Brandon Routh tidak hanya keren dalam film, tapi juga di luar film. Saya telah memperhatikan ratusan foto cowok ini di internet, dan bisa dikatakan semuanya keren! Seperti yang tadi saya bilang, cowok ini seperti tidak lahir di Bumi. Wajahnya seperti dipahat dengan sempurna, postur tubuhnya seperti dibentuk dalam cetakan, dan sikapnya seperti telah terprogram dengan rapi di komputer. Dia benar-benar sosok yang elegan!
 

Karenanya, saya benar-benar sangat kecewa wa wa wa wa, ketika tahu film Superman terbaru (Man of Steel) tidak lagi diperankan Brandon Routh. Padahal, cuma dia yang paling pas memerankan bocah dari Crypton. Semoga Tuhan mengampuni kekeliruan Hollywood!

Christian Bale
 

Yang mengagumkan dari Christian Bale adalah kemampuannya dalam mewujudkan karakter yang ia perankan dalam film. Menjadi Trevor Reznik dalam film The Machinist, Christian Bale mewujud sosok introver, kurus, perokok berat, dan depresi, yang bekerja di sebuah pabrik. Kemudian, dalam film Rescue Dawn, dia memerankan serdadu yang tertangkap di Vietnam, dan hidup dalam keputusasaan. Tubuhnya kurus, kotor, dekil, dan tampak sangat menderita.
 

Dua peran itu mungkin agak mirip. Sama-sama miskin, sama-sama menderita, sama-sama kurus, sama-sama tidak ganteng. Tetapi, ketika memerankan Bruce Wayne dalam film Batman, sosoknya benar-benar berubah. Tubuhnya padat berisi, tampan dan bersih, serta memancarkan sikap percaya diri yang terkesan angkuh, khas bocah milyuner.
 

Christian Bale yang ada dalam film Rescue Dawn dengan Christian Bale yang muncul dalam film Batman seperti dua orang yang berbeda, dan itulah yang membuat saya kagum! Dia benar-benar tahu menghayati peran, bahkan rela menurunkan berat badannya hingga puluhan kilo—suatu sikap profesional seorang artis yang seharusnya ditiru artis Indonesia.

Daniel Craig
 

Para penggemar James Bond seharusnya berterima kasih pada Daniel Craig, karena dia mengembalikan sosok asli James Bond sebagaimana yang ditulis Ian Fleming dalam novel-novelnya. Daniel Craig benar-benar sempurna memerankan James Bond sesuai versi Ian Fleming—dingin, berbahaya, mematikan.
 

Diperankan Daniel Craig, James Bond tidak perlu “dihias” mobil futuristik atau senjata super canggih. Ia sudah “sempurna” tanpa semua itu. Meski sebagian orang mungkin lebih senang Bond diperankan Pierce Brosnan yang tampak “mahal”, tapi Brosnan menjadikan James Bond justru tampak kekanakan. Brosnan terlalu “bersih” untuk James Bond. Selain itu, dia juga kurang “manusiawi”, karena tidak pernah jatuh, tidak pernah kalah, tidak pernah bisa diperdaya.
 

Karena itu, saya benar-benar bersyukur James Bond diambil alih Daniel Craig. Dia menjadikan James Bond lebih manusiawi, yang meski hebat tapi kadang-kadang terjatuh ketika mengejar musuh, yang meski pintar tapi kadang bisa tertipu, yang meski tangguh tapi terkadang juga kalah. Daniel Craig adalah James Bond, dan James Bond adalah Daniel Craig. As you wish!

Denzel Washington
 

Entah mengapa, setiap kali melihat Denzel Washington tersenyum, apalagi tertawa, saya selalu terpengaruh ikut tersenyum dan ikut tertawa. Dia memiliki senyum dan tawa menyenangkan, sehingga mampu mempengaruhi orang yang melihatnya. Karena itu pula, setiap kali menyaksikan filmnya, saya selalu menunggu-nunggu saat Washington tersenyum atau tertawa memamerkan gigi-giginya.
 

Di antara film-film yang diperankannya, saya paling suka Man on Fire. Dalam film ini, Denzel Washington berperan sebagai John Creasy, seorang veteran yang menjadi pengawal pribadi anak konglomerat, yang diperankan aktris cilik Dakota Fanning, yang aktingnya juga sangat mengagumkan.
 

Bagi saya, semua film yang diperankan Denzel Washington pasti bagus, dan layak ditonton. Lebih dari itu, kesenangan dan kebahagiaan saat menyaksikannya tersenyum dan tertawa, rasanya layak dihargai dengan waktu dua jam duduk diam di gedung bioskop atau di depan layar monitor.

Ian MacKellen
 

Di antara yang lain, mungkin kecintaan saya pada Ian MacKellen terdengar sangat “tidak akademis”. Jujur saja, saya mulai tertarik mencari film-film Ian MacKellen setelah menyaksikannya memerankan tokoh Magneto dalam trilogi X-Men. Saya mengagumi dan mengidolakan Magneto. Karena kebetulan Magneto diperankan Ian MacKellen—dan dia juga sangat bagus memerankannya—maka saya pun ikut mengagumi Ian MacKellen.
Kenyataannya, orang ini memang hebat dalam berakting. Selain mampu menghidupkan sosok Magneto yang “agung” dan complicated, dia juga hebat dalam memerankan tokoh lain, semisal menjadi veteran Nazi dalam film Apt Pupil, atau menjadi Gandalf dalam Lord of the Ring.

 

Saya sering membayangkan, kalau saja Ian MacKellen adalah kakek saya, pasti saya akan rajin mengunjunginya, dan bercakap-cakap tentang apa saja dengannya sambil bermain catur. Dia pasti teman bicara yang menyenangkan. Kadang-kadang saya juga berpikir kalau dia sebenarnya memang Magneto.

Jason Statham
 

Sepertinya semua orang menyukai Jason Statham. Sepertinya sulit menemukan orang yang tidak menyukai Jason Statham. Setidaknya, sampai detik ini saya belum pernah menemukan orang yang tidak suka Jason Statham.
 

Oh, well, saya suka Statham. Dia benar-benar sosok seorang bocah! Coba sebutkan film yang dibintanginya, dan hampir bisa dipastikan kita akan menyukai aktingnya yang mengasyikkan.
Dalam trilogi Transporter, kita menyaksikannya sebagai “tukang sopir” yang asoy. Dalam Death Race, kita menyaksikannya sebagai narapidana yang asoy. Dalam Chaos dan The Bank Job, kita menyaksikannya sebagai bajingan yang asoy. Dalam Safe, kita menyaksikannya sebagai “orang tidak jelas” yang asoy. Bahkan ketika dikumpulkan dengan bocah-bocah keren lain dalam The Expendable, pesona Statham tetap menonjol. Dan tetap asoy.

 

Kesimpulannya, Jason Statham adalah bocah Hollywood yang asoy. Pantas saja semua orang menyukainya.

Keanu Reeves
 

Ketika Hollywood mencari pemeran Neo untuk film The Matrix, mereka benar-benar tepat memilih Keanu Reeves. Rasanya sulit membayangkan Neo diperankan aktor lain. Keanu Reeves, di mata saya, adalah blasteran antara makhluk Bumi dengan makhluk antah berantah. Karena itu pula, sekali lagi Hollywood tidak salah pilih ketika mengastingnya untuk film Constantine dan The Day the Earth Stood Still.
 

Tetapi, di antara film-filmnya, saya paling suka ketika Keanu Reeves muncul dalam film Speed. Itu salah satu film favorit saya. Sepanjang film, nyaris tidak ada jeda ketegangan dalam film itu—karakteristik film action yang selalu membuat saya tergila-gila. Dan keberadaan Keanu Reeves menjadikan Speed makin istimewa.
Oh, well, terpujilah Tuhan yang telah menciptakan Keanu Reeves. Dan terpujilah Hollywood yang telah mengorbitkan Keanu Reeves.


Matt Damon
 

Mungkin jarang yang tahu, ketika dulu Matt Damon menyatakan dirinya ingin menjadi aktor, teman-temannya menertawakan. Dia masih SD atau SMP waktu itu—bertubuh kurus, tampak lemah, dengan wajah dan penampilan yang tidak meyakinkan. Karena itu pula teman-temannya tertawa ketika mendengar bocah kuper itu bercita-cita menjadi aktor.
 

Tetapi Matt Damon percaya pada cita-citanya. Kenyataannya, di dunia ini cuma dia satu-satunya yang percaya bahwa dirinya bisa menjadi aktor. Semua orang meragukannya, bahkan keluarganya. Karena itu, sejak menyatakan cita-citanya, dia pun menempa dirinya sendiri dengan latihan yang nyaris tanpa henti. Berlatih akting, membentuk tubuh, menguatkan otot.
 

Dalam kata-katanya sendiri, Matt Damon menceritakan, “Setiap pagi, aku selalu berkata pada diri sendiri, ‘Ayo Matt, kita berlatih! Lalu aku berolah raga, berlari, berlatih sampai letih, bahkan sampai mau mati’.”
Sekarang semua usaha dan kerja kerasnya terbayar lunas. Matt Damon telah menjadi salah satu bocah paling diperhitungkan di Hollywood. Ketika sutradara Paul Greengrass ingin memfilmkan serial Jason Bourne sebagai penghormatan kepada mendiang novelis Robert Ludlum, hampir semua bocah Hollywood sepakat memilih Matt Damon. Di antara jutaan penggemar Matt Damon dari seluruh dunia, saya termasuk di antaranya.


Russel Crowe
 

Russel Crowe adalah aktor—itu fakta yang tak bisa digugat. Sepertinya, orang ini bisa memerankan apa saja dengan keluwesan dan kealamian yang sempurna, sehingga kita bisa menyatakan bahwa sebenarnya dia tidak sedang berakting. Sodorkan naskah skenario kepadanya, dan Russel Crowe akan muncul dari lembaran naskah itu. Tampaknya, Tuhan sengaja menciptakan Russel Crowe untuk memeriahkan Hollywood.
Coba lihat. Dalam Gladiator atau dalam Robin Hood, Russel Crowe mampu menghidupkan sosok yang diperankannya dengan sangat baik.

 

Oke, mungkin mudah saja memerankan tokoh yang gedebak-gedebuk di arena liar. Tapi ketika bocah ini—maksud saya Russel Crowe—diminta memerankan sosok ilmuwan John Nash dalam A Beautiful Mind, dia juga mampu memerankannya dengan sempurna. Tidak semua orang mampu berpindah dari alam liar ala Robin Hood ke lingkungan akademis ala John Nash!
 

Jika saya perhatikan, di hampir semua filmnya—The Next Three Days, Body of Lies, American Gangster, dan lainnya—Russel Crowe mampu memerankan semua tokohnya dengan luwes dan alami, seolah-olah dia memang dilahirkan ke dunia untuk menjadi tokoh itu. Karenanya, Russel Crowe adalah aktor—itu fakta yang tak bisa digugat.

Tom Cruise
 

Coba sebutkan film jelek yang dibintangi Tom Cruise. Sepertinya tidak ada, karena semua film yang dibintangi Tom Cruise pasti bagus. Bahkan Collateral—yang di dalamnya Cruise berperan sebagai antagonis kejam campur bajingan—tetap dianggap film bagus. Dan orang tetap menyukai Tom Cruise.
 

Daya tarik utama Tom Cruise, bagi sebagian orang, mungkin tampangnya yang ganteng. Tapi dia juga memiliki kemampuan akting yang hebat. Jika seseorang tidak bisa berakting, iblis di neraka pun akan tahu meski orang itu punya wajah luar biasa ganteng. Orang yang main film karena kegantengan atau penampilannya semata, demi segala demi, sangat membosankan untuk dilihat. Apalagi dilihat sampai dua jam di gedung bioskop yang gelap.
 

Seorang penulis harus bisa menulis dengan baik. Seorang sopir harus bisa menyetir dengan baik. Seorang guru harus bisa mengajar dengan baik. Seorang tukang sapu harus bisa menyapu dengan baik. Begitu pun seorang aktor harus mampu berakting dengan baik. Jika kebetulan ia bertampang cakep, itu nilai plus. Tapi inti pentingnya tetap pada kemampuan dalam bekerja—apa pun yang dikerjakannya.
 

Tom Cruise bisa berakting dengan baik. Hal itu, puji Tuhan, juga ditunjang tampang mempesona. Maka film-filmnya pun jadi menyenangkan untuk ditonton. Di antara semua filmnya yang pernah saya tonton, saya paling suka serial Mission Impossible. Dari seri pertama sampai seri terakhir (The Ghost Protocol), filmnya makin bagus dan makin bagus. Jika saya bisa dilahirkan kembali, mungkin saya akan minta dilahirkan sebagai Tom Cruise!

2013-12-01

Takut Yang Aneh



Wanita ini bertanya pada bocah ini, “Kenapa sekarang kamu jarang bikin blog bagus kayak dulu?”
 

Si bocah menjawab, “Karena sekarang, setiap aku nge-blog, selalu banyak yang meng-copy.”
 

Si wanita heran, “Lhoh, memangnya kenapa kalau banyak yang meng-copy? Bukannya itu bagus?”
 

“Itu sangat buruk bagiku! Karena semakin banyak yang meng-copy, orang-orang jadi tertarik melihat akun asli si pembuat blog asli.”
 

“Lhoh, bukannya bagus kalau makin banyak yang liat?”
 

“Itu sangat menakutkan! Karena lama-lama aku khawatir jadi terkenal.”
 

“Uhm, memangnya kenapa kalau kamu terkenal?”
 

“Aku sangat khawatir! Karena, jika itu terjadi, aku takut tidak lagi menjadi aku.”

Suatu Siang di Kamar Kos

Kalau hidup kita tidak bahagia, ada dua
kemungkinan. Kita tidak tahu arti bahagia,
atau kita berpikir hidup kita tidak bahagia.
_bayukacrut


—Salam untuk Naula

Saya baru selesai cuci muka pagi itu, ketika ponsel berdering. Waktu saya lihat, nama Thoriq tertera di layar. Dia teman sejak masa SD. Saya pun segera menerimanya.

“Aku baca blogmu tadi malam,” ujar Thoriq di telepon. “Kayaknya kamu lagi sakit?”

“Yeah, lumayan,” saya menjawab, “tapi sekarang udah mendingan.”

“Kamu di kos?”

“Ya.”

“Bagus. Siang nanti aku ke tempatmu. Kamu ingin dibawain sesuatu?”

“Nggak. Aku senang kalau kamu datang. Ada teman ngobrol.”

Siangnya, sekitar pukul 11, Thoriq benar-benar datang. Saya kira dia akan datang sendirian, tapi rupanya bersama seorang cewek. Semula, saya pikir itu pacar Thoriq yang baru—dulu saya kenal pacarnya, dan seingat saya bukan cewek ini. Tapi, ketika memperkenalkan kami, Thoriq menyebut cewek itu temannya.

“Namanya Naula,” ujar Thoriq saat memperkenalkan kami. Lalu menambahkan, “Dia penggemar berat blogmu.”

Saya tersenyum malu-malu, sebagaimana mestinya seorang anak manis. (Yeah!)

 Pada waktu itu mungkin Naula berumur 20 atau sekitar itu—tapi sudah cukup tampak anggun dan dewasa, juga sangat cantik. Tapi di atas semua itu, ia ramah dan teman ngobrol yang menyenangkan. Jadi, meski kami baru kenal, dia bisa ikut nimbrung percakapan saya bersama Thoriq dengan asyik.

Selepas dhuhur, Thoriq menawari kami keluar untuk mencari makan, karena dia sudah kelaparan. Tapi saya tak berselera keluar rumah. Selain badan agak lemas, waktu itu siang sangat panas. Jadi, Thoriq pun mengusulkan, “Gimana kalau aku keluar sebentar buat nyari makan? Yeah, biar kita nggak ikut-ikutan sakit kayak kamu.”

Naula setuju, dan saya nitip pesan, “Carikan nasi yang keras, Riq.”

“Sip!” Lalu dia pun pergi.

Sepeninggal Thoriq, saya melanjutkan percakapan dengan Naula di kamar kos. Bagaimana pun, kami baru kenal. Jadi, selancar apa pun percakapan kami, akhirnya muncul jeda cukup panjang, karena kehabisan bahan percakapan. Mengisi jeda itu, saya mengambil rokok dan menyulutnya. Dan menyadari Naula memperhatikan saya dengan ekspresi serius.

Dengan suara seringan mungkin, saya berkata, “Kenapa kamu mandangin aku begitu?”

Dia tersenyum. “Rasanya aku masih belum percaya, saat ini sedang menjenguk seseorang yang selama ini hanya aku kenal lewat tulisan-tulisannya.”

“Kamu pasti kecewa,” saya menyahut. Setelah mengisap asap rokok, saya melanjutkan, “Kamu pasti kecewa melihatku sekarang, karena mungkin selama ini membayangkan aku terlalu tinggi.”

Senyumnya tidak hilang. “Sebaliknya,” dia berujar, “aku sangat senang bisa melihatmu sekarang—melihatmu dalam wujud asli—karena ternyata kamu sangat manusiawi.”

Waktu itu saya memakai t-shirt dan celana boxer—pakaian yang biasa saya kenakan sehari-hari. Karena semula saya mengira Thoriq akan datang sendirian, saya pun tidak berganti pakaian yang “lebih pantas”. Jadi begitulah sekarang saya tampak di hadapan Naula—seorang bocah lelaki dengan kaus dan celana boxer, dan sebatang rokok di tangan, dengan sikap yang mungkin agak kikuk karena berduaan dengan cewek cantik.

Tiba-tiba saya tertawa.

“Kenapa kamu malah ketawa?” tanya Naula dengan heran.

“Yeah, aku sama sekali nggak ngira akan mendengar komentar seperti itu,” saya menjawab jujur. “Menurutmu, aku sangat manusiawi, ya?”

“Ya, maksudku, jauh lebih manusiawi dari yang kubayangin selama ini.”

Saya pun penasaran. “Jadi, apa yang kamu bayangin selama ini?”

Dia menatap saya, dan tersenyum. “Mau jawaban jujur?”

“Ya.” Saya berdebar-debar.

“Hampir tiap hari aku masukin namamu di Google, untuk mengunjungi blogmu. Selama membaca tulisan-tulisanmu, aku tuh sering bayangin kamu nggak seperti manusia lainnya.”

Setelah terdiam sesaat, Naula melanjutkan, “Mungkin, banyak orang lain yang membaca tulisan-tulisanmu di blog juga berpikir gitu. Dulu, waktu Thoriq bilang kenal kamu—karena kalian berteman sejak SD—aku langsung kaget dan nggak percaya, karena selama ini kupikir kamu udah... yah, udah dewasa banget, gitu.”

Saya tersenyum. “Itu cara lain untuk menyatakan ‘udah tua’.”

“Ya gitu, deh.” Dia tertawa. “Makanya, aku masih ngerasa belum percaya kalau sekarang sedang berhadapan dengan kamu—dalam wujud asli—dan mendapati kamu sangat manusiawi. Yah, maksudku, kamu nggak beda dengan Thoriq atau cowok-cowok lainnya.” 

“Aku senang mendengarnya, Naula.”

Dan saya benar-benar senang mendengar komentar itu. Saya bersyukur mendengar seseorang dengan jujur menyatakan bahwa dia senang mendapati saya tak jauh beda dengan cowok-cowok lain—dengan bocah-bocah lain—meski dia mungkin telah membayangkan saya jauh lebih hebat dari kenyataannya.

Kalau kau membayangkan seseorang terlalu tinggi, kemudian mendapati ternyata dia tak setinggi yang kaubayangkan, atau dia terlihat biasa-biasa saja, selalu ada kemungkinan kau akan kecewa. Itu fitrah manusia—ketika kenyataan tak sesuai dengan bayangan, atau tak lebih hebat dari yang dibayangkan, maka yang biasa muncul adalah kekecewaan.

Tetapi, ketika kau membayangkan seseorang terlalu tinggi, kemudian mendapati ternyata dia tak setinggi yang kaubayangkan, atau dia terlihat biasa-biasa saja, dan kau justru bersyukur karenanya, maka kau pasti manusia bijaksana. Hanya orang bijaksana yang bisa bahagia ketika mendapati sesuatu yang “biasa-biasa saja”. Hanya orang bijaksana yang justru akan bersyukur ketika mendapati kenyataan yang ternyata tak setinggi bayangannya.

Itu pula yang secara jujur saya katakan pada Naula, “Kamu pasti wanita yang bijaksana.”

Dia tersenyum malu-malu.

Sesaat, keheningan mengambang di kamar kos.

Kemudian, dengan suara perlahan dia berkata, “Sekarang aku tahu, kenapa kamu mengagumi Batman dan Spiderman. Karena kamu juga merahasiakan identitas seperti mereka—demi tangan kirimu tak mengetahui yang dilakukan tangan kanan—agar orang-orang hanya mengetahui kebaikanmu tanpa mengenalmu.”

Tiba-tiba saya merasa telah mengenalnya bertahun-tahun. Meski baru dua jam kami berkenalan, tapi dia bisa merangkum sesuatu yang telah saya pikirkan selama bertahun-tahun. Itu pula yang saya katakan kepadanya, “Kamu memang bijaksana, Mary Jane Watson.”

“Hahahaaa... bukan Rachel Dawes?”

Saya tersenyum. “Apa pun yang kamu inginkan.”

....
....

Thoriq datang membawakan nasi bungkus dengan lauk istimewa—ikan bakar dengan sambal yang luar biasa nikmat. Siang itu, di kamar kos, kami bertiga menikmati makan siang sambil bercakap dan bercanda, seperti orang-orang lainnya, seperti bocah-bocah lainnya, dan... entah mengapa, saya merasa bahagia.

Mengetahui orang lain senang karena kau “biasa-biasa saja”, adalah satu alasan untuk bahagia.

Doaku Untuk Tuhanku

Tuhan,
 

Jauhkanlah aku dari para pendengki—orang-orang yang menampakkan senyum yang tampak ramah, tapi menyembunyikan kebusukan di hatinya. Orang-orang yang tampak baik di depan manusia lain, tapi menikam di belakang. Orang-orang yang melemparkan pujian palsu, sambil diam-diam merasa iri pada orang yang dipujinya.
 

Jauhkanlah aku dari para pendengki—orang-orang yang meluangkan waktunya bukan untuk memperbaiki diri, tapi malah sibuk mencari-cari kesalahan orang lain. Orang-orang yang menggunakan energinya bukan untuk menyembuhkan, tapi malah melukai. Yang menggunakan pikirannya bukan untuk memberi manfaat bagi sesamanya, tapi justru untuk menyombongkan diri.
 

Jauhkanlah aku dari para pendengki—orang-orang yang merasa dirinya hebat, lalu sakit hati ketika menemukan orang lain lebih hebat darinya. Orang-orang yang menganggap dirinya pintar, lalu mendendam ketika melihat orang lain lebih pintar darinya. Orang-orang yang merasa dirinya tinggi, lalu iri dan dengki ketika melihat orang lain lebih tinggi darinya.
 

Jauhkanlah aku dari para pendengki—orang-orang yang lebih suka mencela, daripada menghargai. Orang-orang yang justru tersenyum ketika melihat orang lain jatuh. Orang-orang yang lebih fasih membicarakan keburukan orang lain daripada kebaikan sesamanya, sambil diam-diam menganggap dirinya manusia paling suci dan terberkati.
 

Jauhkanlah aku dari para pendengki—orang-orang yang menyaksikan kehebatan orang lain tidak dengan kekaguman, tapi dengan dendam. Orang-orang yang bukannya belajar pada kelebihan orang lain, tapi malah sibuk mencari alasan untuk merendahkannya. Orang-orang yang menyuguhkan senyum munafik, sambil diam-diam menjadi iblis.
 

Jauhkanlah aku dari para pendengki.
 

Lebih penting dari itu, jauhkanlah dengki dan iri hati dari diriku sendiri.