2013-03-31

Beberapa Hal yang Perlu Kita Bicarakan Menyangkut Twitter (2)

Posting ini lanjutan post sebelumnya. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah post sebelumnya terlebih dulu.

 ***


Kembali ke Twitter. Seiring makin akrab dengan Twitter, saya pun makin tahu bagaimana cara menggunakan Twitter dengan baik dan benar. Oh, well, menulis dengan dibatasi 140 karakter itu cukup merepotkan jika tidak terbiasa. Apalagi bagi orang yang biasa menulis panjang-panjang seperti saya.
Di blog, misalnya, saya biasa menulis kalimat-kalimat panjang, dan saya anti singkatan. Kebiasaan itu harus bertabrakan dengan peraturan Twitter yang membatasi tulisan hanya 140 karakter. Hal itu tentu membutuhkan adaptasi yang tidak mudah.

 

Di Twitter pula, saya jadi tahu bahwa ternyata ada orang yang membeli follower, untuk memperbanyak jumlah follower-nya. Semula saya bingung, untuk apa orang membeli follower? Lalu ada yang menjelaskan, bahwa jumlah follower di Twitter membantu menaikkan reputasi atau setidaknya gengsi pemiliknya, sehingga mereka layak disebut “selebtwit” alias selebritas di Twitter. Jadi, semakin banyak follower seseorang, semakin tinggi pula nilai gengsi yang dimilikinya, serta semakin dipercaya reputasinya.
 

Saya belum paham. Bagaimana mungkin reputasi seseorang bisa dinilai dari jumlah follower-nya? Mungkin menaikkan gengsi bisa dipahami, karena jumlah follower yang banyak menunjukkan bahwa orang itu memiliki banyak pengikut, penyuka, penggemar, atau apa pun sebutannya. Tapi reputasi…? Reputasi macam apa yang bisa diukur dari jumlah follower di Twitter semata-mata?
 

Beberapa teman di Twitter mencoba menjelaskan, bahwa kebutuhan beberapa orang memiliki banyak follower karena jumlah follower yang banyak dapat mendatangkan uang bagi mereka. Misalnya, dengan memiliki banyak follower, maka ada kemungkinan orang itu diminta menjadi buzzer untuk mempromosikan atau mengkampanyekan produk-produk tertentu. Hanya bermodal follower banyak, uang bisa didapatkan.
 

Kedengarannya mudah, eh? Tapi tentu tidak mudah memiliki jumlah follower yang banyak. Bagi artis atau orang terkenal, mungkin memiliki follower banyak bukan hal sulit, karena popularitas mereka bisa mengundang adanya follower yang secara suka rela mem-follow akun mereka. Tapi bagi orang biasa—maksudnya bukan artis atau orang terkenal—memiliki jumlah follower yang banyak tentu butuh perjuangan, salah satunya mampu menulis tweet yang bagus dan disukai banyak orang.
 

Mungkin, karena usaha untuk memiliki banyak follower bukan hal mudah, beberapa orang pun kemudian memilih jalan pintas, yakni dengan membeli follower. Dengan cara praktis semacam itu, seseorang yang “bukan siapa-siapa” bisa memiliki puluhan ribu follower tanpa susah payah, bahkan dalam waktu relatif singkat.
Sampai di sini, saya terbentur pada pertanyaan tadi, bagaimana bisa reputasi seseorang dinilai dari berapa jumlah follower-nya? Maksud saya, jika seseorang bisa memperbanyak jumlah follower dengan cara membeli, reputasi macam apa yang kita harapkan?

 

Kemudian ada yang bilang, bahwa kebanyakan orang yang membeli follower biasanya bukan orang terkenal. Artinya, cara mudah untuk mengetahui apakah seseorang membeli follower atau tidak dengan membandingkan popularitas seseorang (khususnya di Twitter) dengan jumlah follower-nya. Maksudnya, jika orang itu tidak terkenal (di dalam atau di luar Twitter), tapi jumlah follower-nya sangat banyak dan cenderung tak masuk akal, maka kemungkinan besar follower-nya hasil membeli.
 

Konon, cara itu pula yang dijadikan “standar” umum bagi para produsen yang ingin menggunakan seseorang di Twitter untuk menjadi buzzer mereka. Tapi benarkah hanya orang-orang tak terkenal yang membeli follower di Twitter? Dan benarkah orang-orang (yang dianggap) terkenal mendapatkan follower secara murni, dalam arti tanpa membeli?
 

Sekitar tiga atau empat bulan yang lalu, saya menerima mention dari sebuah akun, yang isinya menjelaskan tentang cara yang digunakan beberapa orang terkenal di Twitter dalam memperbanyak jumlah follower mereka. Mention itu dilengkapi sebuah link yang mengarah pada penjelasan atas mention tersebut. Karena penasaran, saya meng-klik link itu, dan diarahkan ke sebuah blog yang dibuat secara khusus untuk “membongkar” cara memperbanyak follower yang dilakukan beberapa orang terkenal di Twitter.

Lanjut ke sini

2013-03-18

Beberapa Hal yang Perlu Kita Bicarakan Menyangkut Twitter (1)

Kalau Descartes punya Twitter, mungkin dia akan
menulis tweet, “Aku ngoceh, maka aku ada.”
@bayukacrut



 
Saya termasuk “anak kemarin sore” di Twitter, karena belum lama menggunakannya. Nyatanya, saya juga masih bingung apa manfaat Twitter bagi saya, sehingga saya juga tidak terlalu “serius” bermain Twitter.

Ketika pertama kali membuat akun di Twitter, beberapa teman sempat heran. Mereka bertanya, “Jadi, kamu lagi kurang kerjaan, atau gimana?” Well, teman-teman gaul saya memang bisa dibilang tidak ada yang memiliki akun Twitter, karena mereka pikir bermain Twitter hanya buang-buang waktu, sementara mereka rata-rata sangat sibuk dengan pekerjaannya.

Tapi sekarang saya punya Twitter. Meski masih bingung untuk tujuan apa.

Pertama kali menggunakan Twitter, saya mengalami “gegar budaya”. Meski timeline hanya berbentuk tumpukan dan rangkaian kata-kata, entah kenapa saya merasa sedang berada di tengah-tengah pasar ayam. Di kota saya ada sebuah pasar ayam yang setiap hari selalu ramai. Meski disebut “pasar ayam”, di pasar itu bukan hanya ayam yang diperdagangkan, tetapi juga ada penjual burung, ember, makanan, baju, dan lain-lain.

Karena sebagian besar yang diperjualbelikan di pasar itu adalah ayam dan burung, maka suasana di pasar itu pun selalu ramai, penuh celoteh burung dan ayam yang berkotek-kotek. Sudah begitu, di pasar tersebut juga ada penjual VCD bajakan, yang biasa menyetel musik di VCD melalui loudspeaker. Maka suara di pasar ayam pun benar-benar ramai.

Kira-kira seperti itu bayangan saya ketika sedang membaca timeline di Twitter. Ramai, dengan suara macam-macam. Ada yang sedang mengeluh, ada yang menyemburkan nasihat bijak, ada yang menulis kata-kata romantis, ada yang jualan, ada yang menyebarkan informasi dan berita, ada yang menceritakan kesehariannya, ada pula yang memaki-maki atau marah-marah. Ramai, dan macam-macam.

Seperti yang dibilang tadi, saya sempat mengalami “gegar budaya” ketika pertama kali menggunakan Twitter, karena tidak menyangka Twitter “seramai” itu. Padahal saya cuma mem-follow sedikit akun, karena tidak mau terlalu lelah membaca timeline. Saya tidak bisa membayangkan seperti apa ramainya timeline orang yang mem-follow ratusan atau sampai ribuan akun.

Selain kaget dengan ramainya Twitter, entah kenapa saya belum juga nyaman menggunakan Twitter. Ketidaknyamanan itu muncul karena saya menyadari bahwa siapa pun dapat melihat timeline saya, dan mengikuti percakapan saya dengan siapa pun di Twitter. Rasanya, bagi saya, itu seperti sedang bercakap-cakap dengan seseorang, dan orang lain mendengarkan atau nguping percakapan tersebut.

Saya tidak nyaman merasakan hal semacam itu. Karenanya, saya pun memproteksi akun Twitter saya, agar tidak setiap orang bisa nguping atau melihat percakapan saya dengan orang lain. Untungnya, Twitter menyediakan fitur proteksi, sehingga pengguna yang tidak nyaman dengan keterbukaan bisa memproteksi akun Twitternya, dan tetap memiliki privasi yang dibutuhkan.

Privasi—itu hal penting bagi saya. Mungkin saya memang tidak berbakat menjadi artis yang kehidupan pribadinya bisa diumbar secara bebas. Mungkin pula karena saya introver, dan tidak terbiasa dengan hal-hal yang “ngablak”. Dalam keseharian pun, saya lebih suka ngobrol di ruangan yang tenang, hening, sehingga bisa bercakap-cakap dengan tenang, tanpa berteriak sebagaimana ketika berada di tempat yang bising. 

Lanjut ke sini.

SMS Unyu Di Malam Minggu

Cewek:

Seru nih nonton bola. Menurut kamu, siapa yang menang? Indonesia atau Malaysia?


Cowok:

Sori, nggak tahu.


Cewek:

Kok nggak tahu, sih? Emang kamu nggak nonton?


Cowok:

Nggak, soalnya nggak suka sepak bola.


Cewek:

Wah, payah! Emang kamu sukanya apa?


Cowok:

Aku sukanya cewek yang nggak suka sepak bola.

….
….

….
….

Cewek:

Uhm, aku juga nggak suka sepak bola, kok. Tadi tuh cuma becanda aja.

….
….

Appppaaaaaaa cobaaa…???

2013-03-12

Aneh

Jika pacar kamu menikah dengan orang lain, dan suami/istri kamu itu juga punya pacar. 
Hayooo terus mau gimana lagi,,"gak usah dipikir, mengko ndak kentir"...heuheuheu

Perbuatan Paling Tolol Sedunia

Menganggap orang lain tidak penting, dan berharap dengan itu dia bisa dianggap penting.

Is that you...?

Oh, well, persetan denganmu.